pacman, rainbows, and roller s
Lambang diknas tutwuri handayani

SEKOLAH DASAR NEGERI SIKALONDANG
KECAMATAN SIMPANG KIRI
KOTA SUBULUSSALAM, PROVINSI ACEH

TANGGAL :

 

Hukum Mencium Tangan dan Berwudhuk di WC

Jumat, 28 September 2012 08:37 WIB


swikalondang

 Oleh Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA.

Pertanyaan:
Ustaz yang terhormat, Assalamualaikum wr. wb.

Ustaz pengasuh rubrik KAI Serambi Indonesia yang saya hormati,  disini saya ingin bertanya kepada ustad mengenai tata cara bersalaman yang dianjurkan islam. Perlu saya sampaikan kepada ustad sebagai pengalaman saya waktu di Mekkah pada musim haji 2009, di mana pada waktu itu kami serombongan dengan jamaah haji Jawa Timur kebetulan shalat subuh berjamaah di masjid yang tidak jauh dari tempat tinggal kami.  Kebetulan karena hari terakhir mau kembali, kami semuanya bersalaman dengan imam yang sering shalat bersama. Terus ketika salah satu dari jamaah yang berasal dari Jawa Timur bersalaman dengan mencium tangan imam tersebut, lantas dengan seketika imam tersebut menarik tangannya dengan cepat serta memperingatkan jamaah tersebut untuk tidak melakukan hal seperti itu lagi.

Lantas saya berpikir, berarti hal tersebut dilarang dalam agama kita, karena terkesan mengkultuskan atau membesarkan derajat orang lain, sementara kita sesama manusia di mata Allah adalah sama. Mungkin hal ini berbeda dengan kita mencium tangan orang tua, kandung karena mereka adalah orang telah berjasa dari mulai melahirkan sampai membesarkan kita.  Di sini saya mohon penjelasan pada ustad, agar kita dan generasi selanjutnya mengerti tata cara salam yang benar, baik dengan orang lebih tua ataupun sesama kita. Terima kasih atas penjelasannya. Atas jawabannya, saya ucapkan banyak terima kasih.


Zaharuddin

Jawaban:

Waalaikumus salam wr. wb.


Saudara Zaharuddin, masalah jabat tangan adalah biasa dengan cara masing-masing memegang tangan kawannya, sebagaimana yang biasa kita kerjakan. Dalam masalah ini, menurut hemat pengasuh tidak ada masalah, apalagi kalau itu dilakukan oleh lelaki sesama lelaki dan perempuan sesama perempuan. Dalam bahasa Arab ini namanya mushaafahah.

Memang ini bukan yang anda tanyakan. Yang anda tanyakan adalah hukum mencium atau mengecup tangan. Dalam batas-batas tertentu dan dengan niat takzim, menurut yang pengasuh ketahui tidak ada halangan, karena Nabi saw dalam sebuah riwayat pernah mencium tangan seorang petani yang tangannya luka karena beratnya kerja. Dalam hadis sahih riwayat Al-Baihaqy, Ibnu Asakir dan Ibnu Mubarak disebutkan Al-Farar pernah mengecup tangan Nabi saw juga An-Nazaar dalam waktu yang berbeda, dan juga Abu Ubaidah bin Al-Jarrah pernah mencium tangan Umar bin Khattab ra.

Oleh karena, seperti yang anda sebutkan itu sudah benar; tidak ada halangan mencium tangan orang yang paling kita muliakan, seperti ibu-bapak kita, guru/teungku kita, dan sebagainya, seperti di tempat kita dan juga di Mesir menurut setahu saya. Memang ada juga pendapat yang tidak dianjurkan untuk melakukan perbuatan itu, seperti yang anda lihat di Arab Saudi dan di tempat-tempat lainyangberpegang dengan mazhab Hanbali.

Pertanyaan:
Bapak Pengasuh yang mulia,
Assalamualaikum wr. wb.
Bersama ini saya ingin menanyakan, bagaimana hukumnya apabila kita ambil wudhuk di kamar mandi yang ada WC-nya apakah sah wudhuk kita?  dengan menggunakan air kran atau air bak. Akhirnya, saya ucapkan terima kasih.


Aris
Sigli


Jawaban:
Waalaikumussalam wr. wb.

Saudara Aris! Sekarang ini banyak kita jumpai tempat buang air besar ataupun terletak di dalam kamar mandi atau di dalam keupalang. Dalam hal ini khusus tempat buang air itu, itulah yang disebut dengan khala’, yang dilarang menyebut nama Allah swt dalamnya, bukan kamar mandi atau keupalang semuanya. Sedangkan bagian lain di dalam kamar mandi itu sepanjang yang pengasuh ketahui adalah tempat-tempat yang tidak disebut khala’, alias tidak ada halangan untuk membaca doa-doa wudhuk tersebut di atas dan tidak dilarang menyebutkan nama Allah SWT di dalamnya. Apalagi apabila di antara khala’ (tempat buangnya) dengan bak/kamar/tempat mandi dipisahkan, walau hanya dengan dinding setengah, misalnya 50 cm tingginya, seperti yang sering kita temukan di sebagian rumah di Aceh Besar.

Dari itu, menurut hemat pengasuh kita dapat saja berwudhuk dengan air kran ataupun air bak selama keran itu ataupun baknya tidak pada khala’ atau mirhaadh, meskipun kran dan bak itu berada di dalam kamar mandi, tapi bukan pada mirhaadh. Demikian, Wallahu a’lamu bish-shawaab.





DILARANG MEMBAJAK ISI DIDALAM SITUS INI TANPA SEPENGETAHUAN DARI :
Share|
© 2011 WWW.SDNSIKALONDANG.UIWAP.COM